Datuk Temiang Belah
Cerita RakyatCerita "Datuk Temiang Belah" yang ditulis oleh Prima Hariyanto berasal dari Bangka Belitung. Cerita ini mengisahkan tentang suami istri berusia lanjut. Mereka hanya hidup berdua karena tidak dikaruniai anak. Suatu hari tanpa sengaja istri Datuk Letang memukul bambu yang digunakannya sebagai penindih alas penjemur padi. Rupanya di dalam bambu tersebut ada seorang bayi laki-laki. Bayi laki-laki itu kemudian dirawat dan dibesarkan oleh kedua suami istri tersebut dengan penuh kasih sayang. Tahun-tahun terus berganti kini anaknya telah tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Dia tak pernah meninggalkan ajaran agama Islam. Untuk menambah ilmu agamanya, pemuda tersebut merantau ke berbagai negeri yang terkenal dengan pemuka agama Islam. Dalam perjalanan, ia juga tak lupa menyebarkan ajaran agama Islam kepada para penduduk di desa yang disinggahinya. Karena semakin sering dan banyak daerah yang disinggahi, pemuda tersebut mendapat gelar Datuk Temiang Belah. Gelar tersebut diperolehnya karena dia lahir dari bambu yang terbelah.
Kisah Datu Pemberani
Cerita RakyatCerita "Kisah Datu Pembari" yang ditulis oleh Jahdiah bersal dari Kalimantan Selatan. Cerita ini berkisah tentang Datu Wani yang selalu membela rakyatnya dari segala ancaman yang datang ke desanya. Keberanian Datu Wani pun memberikan kesan yang mendalam bagi masyarakat sehingga ia pun digelari "Sang Pemberani." Datu Wani mempunyai sebuah keris yang bertuah sakti. Keris itulah yang sering di bawanya apabila melawan dan mengusir penjajah. Sepeninggal Datu Wani, ke tujuh anaknya saling berselisih sehingga memudahkan bangsa Belanda untuk memecah belah rakyat di Desa Mandampa. namun, perselisihan itu pun tidak berlangsung lama sehingga mereka dapat berjuang Bersama mengalahkan Belanda. Cerita ini sampai sekarang menjadi terkenal sebagai sejarah seorang pahlawan pembela tanah air.
Bohong Merinang
Cerita RakyatCerita “Bohong Merinang” yang ditulis oleh Nurelide merupakan cerita yang berasal dari Sumatera Utara. Alkisah di bagian utara Dairi, Sumatra Utara terdapat sebuah desa bernama Sicike-Cike. Di desa itu, hiduplah seorang janda dengan putranya bernama Simpersah. Suatu ketika Simpersah pergi ke kota untuk mengubah nasibnya. Akan tetapi, setelah kesuksesan berhasil diraihnya, ia berubah menjadi sombong. Ia tidak mau lagi mengingat asal-usulnya dan mengakui ibunya. Hingga suatu ketika malapetaka datang kepadanya.
Darman dan Darmin
Cerita RakyatCerita "Darman dan Darmin" yang ditulis oleh Juhriah berasal dari DKI Jakarta. Cerita ini mengisahkan keserakahan seorang anak yang ingin menguasai harta orang tuanya. Keserakahan itu membuat dirinya untuk bertindak tidak seharusnya kepada saudara dan orangtuanya. Saudaranya difitnah, dan orang tuanya pun diusir. Pada akhirnya, anak yang serakah itu menjadi gila. Beruntung kegilaannya itu dapat disembuhkan setelah saudara dan orang tuanya memaafkan dirinya.
Asal Mula Desa Golo Nggelang
Cerita RakyatCerita “Asal Mula Desa Golo Nggelang” yang ditulis oleh Christina T. Weking berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur. Cerita ini mengisahkan tentang sepasang suami istri yang bernama Taju dan Meler. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari kayu bakar di hutan dan menjual hasilnya ke pasar. Tidak berapa lama kemudian, Meler mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Gelang. Gelang adalah anak laki-laki yang nakal, malas, dan suka mencuri. Melihat kenakalan anaknya, Taju membawanya ke sebuah goa dan meminta seorang kakek untuk mengutuknya. Gelang pun berubah menjadi sebuah gunung bernama Gunung Golo Nagelang yang berarti tandus. Kakek tua menjelaskan kepada kedua suami istri itu bahwa sifat anaknya adalah gambaran kelakuan Taju yang suka berjudi, menyabung ayam, dan berbohong kepada istrinya. Taju pun menyesali segala perbuatannya dan menangisi kepergian anaknya.
Ana Halo
Cerita RakyatCerita "Ana Halo" ditulis oleh Pangku Ferdinandus. Alkisah, hiduplah dua orang kakak beradik bernama Mai dan Peba. Mereka adalah anak-anak yatim piatu yang sangat miskin. Pekerjaannya hanya mencari sisa-sisa makanan dari tumbukan jagung yang jatuh atau sisa orang kampung makan. Kemudian, Mai mengajak adiknya pergi ke kebun peninggalan ayahnya. Di sanalah mereka bertemu seekor kera yang dapat berbicara dan memberikan beberapa butir biji padi, jagung dan jali untuk ditanam. Sejak saat itu, mereka membuka lahan kebun untuk bercocok tanam hingga hasil panennya berlimpah ruah. Orang kampung merasa senang melihat kemajuan hidup Mai dan Peda lalu mengikuti jejak mereka untuk bercocok tanam.
Siriway Warry
Cerita RakyatCerita “Siriway Warry” yang ditulis oleh Esther Embram berasal dari daerah Papua. Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Siriway yang hidup di daerah pesisir pantai utara Pegunungan Deposero, Teluk Tanah Merah.Terkadang penduduk pesisir pantai memanggil Siriway dengan panggilan Wapoway, yakni sebutan untuk seekor tikus di daerah itu. Siriway tinggal dengan neneknya, A Mau Meng, di Kampung Wauna. Siriway adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah sehingga berhasil memikat dua anak gadis keluarga Raja Ondoafi. Kedua putri raja itu mencari Siriway dengan mengadakan pesta dansa dan mengundang seluruh masyarakat Kampung Wauna. Ketika Siriway dan neneknya datang ke pesta, Siriway ditangkap dan dipaksa menikah dengan kedua putri itu sekaligus. Raja menggunakan kekuasaannya untuk memaksa Siriway dan mengancam akan menghukumnya jika menolak perintahnya. Siriway sangat terkejut dan menolak lamaran itu. Dia pun segera pergi dan meninggalkan Kampung Wauna bersama neneknya menuju ke arah barat Papua.
Si Bungsu
Cerita RakyatCerita "Si Bungsu" yang ditulis oleh Chrisna Putri berasal dari dari Talang Siambul, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda yatim bernama Si Bungsu. Si Bungsu dan ibunya hidup miskin setelah ditinggalkan sang ayah. Demi mengubah nasib, Si Bungsu pergi mengarungi samudra untuk bekerja kepada seorang saudagar. Saudagar yang terkesan dengan sifat baik Si Bungsu pun mengangkatnya sebagai anak. Hidup Si Bungsu pun berubah menjadi berada dan berkecukupan. Dia sudah melupakan ibunya di kampung yang selalu merindukannya. Suatu ketika, ibu Si Bungsu pergi menemui anaknya. Merasa telah diangkat anak oleh saudagar kaya, Si Bungsu menjadi angkuh dan tidak mengakui ibunya. Seketika, kedurhakaannya itu mendatangkan petaka dan membawanya pada kemalangan yang berujung pada penyesalan.
Tuing-Tuing dan Pancing Emas
Cerita RakyatCerita "Tuing-Tuing dan Pancing Emas" yang ditulis oleh Marlina Indijati merupakan cerita yang berasal dari Sulawesi Barat. Kisah ini bermula dari hilangnya pancing emas yang merupakan salah satu pusaka Kerajaan ArungParia. Ternyata yang menghilangkan pancing emas itu adalah putra raja. Sebagai raja yang adil maka Raja Arung Paria meminta putranya untuk bertanggung jawab mencari pusaka yang hilang tersebut. Singkat cerita pancing emas tersebut tersangkut di tenggorokan Putri Raja Naungsasi yang sudah lama sakit. Karena Putra Raja Arung Paria berhasil menyembuhkan Putri Raja Naungsasi sekaligus menemukan pusaka emas maka sebagai hadiah Raja Naungsasi memberikan hadiah burung yang menjelma menjadi ikan terbang atau ikan tuing- tuing.